WAMENA-Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH menegaskan bahwa semua perusahaan pertambangan yang beroperasi ada di Papua harus membangun smalter.
“Sikap kita sudah jelas, semua perusahaan pertambangan yang beroperasi di Indonesia termasuk di Papua, ya pembangunan smalter harus dilakukan di Papua,” kata Gubernur Lukas Enembe, di Wamena, kemarin.
Bahkan, Gubernur juga menegaskan bahwa perusahaan tambang yang beroperasi di Papua maka harus membangun smalter di papua apalagi merek beroperasi di Papua dan mengambilnya di Papua.
Menurutnya, dengan pembangunan smalter di Papua itu, tentu saja akan memberikan kontribusi bagi Provinsi Papua dan membuka lapangan kerja di Papua.
Gubernur mengatakan bahwa selama ini, uang banyak yang masuk ke Papua, namun kembali lagi keluar Papua dalam jangka waktu 1 -2 bulan, karena semua produksi ada di Pulau Jawa, Sumatra dan Kalimantan atau Sulawesi, sehingga semua bahan kebutuhan dan bangunan harus didatangkan dari daerah tersebut.
Namun, lanjut Gubernur, jika bisa bangun produksi disini, salah satunya dengan membangun smalter, pihaknya yakin uang yang beredar di Papua akan semakin banyak.
Apalagi, sepekan lalu, Gubernur menerima Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Provinsi Papua termasuk kabupaten/kota dan seluruh dana transfer ke rekening sebesar Rp 32 triliun yang diterima dari Presiden di Istana Bogor. DIPA itu menjadi dana DAU dan DAK di seluruh Papua.
“Jadi ada 28 kabupaten, 1 kota dan 1 provinsi ada 32 triliun, ini hanya sementara saja tetapi setelah 6 bulan disahkan APBD maka akan kembali lagi keluar, uang beredar di Papua sangat sedikit,”jelasnya.
Gubernur mengatakan bahwa saat ini pihaknya masih melakukan negosiasi dengan PT Freeport Indonesia, namun pemindahan kantor dan pembangunan smalter belum diputuskan, sedangkan yang lain satu-satu mulai diselesaikan seperti pembebasan bandara di Mimika sudah, permintaan pembangunan stadion sudah jalan untuk persiapan PON, pengurangan wilayah areal salah satu blok b diserahkan ke pemda, disvestasi sudah pasti.
“Semua sudah ok, tinggal dua yang masih krusial yakni smalter dan pembangunan kantor pusat di Papua belum ketemu masih diskusi terus,” jelasnya.
Gubernur mengatakan pihaknya mendukung mendukung pembangunan smalter di dalam negeri, termasuk di Papua, karena sudah ada Undang-Undang Minerba (Mineral dan Batubara) yang telah disahkan oleh DPR RI.
DPRI RI juga sudah sepakat untuk setiap usaha pertambangan di Indonesia harus punya smalter, termasuk PT Freeport Indonesia yang beroperasi di Papua harus membangun smalter di Papua.
Gubernur mengungkapkan selain untuk membangun kantor di Papua dan smalter yang menjadi permintaan Papau dalam renegosiasi kontrak dengan PT Freeport Indonesia, yang menjadi salah satu permintaan dari 17 permintaan kepada PT Freeport Indonesia yang kini terus dibicarakan diantara kedua belah pihak.
Enam point diantaranya adalah permintaan pusat yakni disvestasi, pengurangan areal, smalter dan lainnya, sedangkan 11 pointnya dari Papua teramasuk pembangunan smalter di Papua.
“Saya pikir ini, saya mendukung apa yang sudah digariskan dalam Undang-Undang Minerba,” ujarnya.
Ditambahkan, ada permintaan dari PT Freeport Indonesia untuk pembangunan smalter itu, jikadipaksakan atau mentaati peraturan itu, maka otomatis akan mengurangi produksi menjadi 30 persen, sehingga otomatis tenaga kerja sebagian besar akan diberhentikan, termasuk dari anak-anak Papua.
“Itu juga menjadi salah satu permintaan mereka. Tapi, saya pikir mereka sedang memikirkan upaya-upaya lain untuk meminta atau diberikan dispensasi untuk penambahan waktu, kemungkinan begitu untuk memikirkan bagaimana Freeport Indonesia maupun Freeport Macmoran untuk jalan yang terbaik,” pungkasnya.
Menhut Setuju Pencabutan 13 Ijin Kehutanan
WAMENA-Menteri Kehutanan Republik Indonesia menyetujui usulan pencabutan 13 ijin perusahaan yang bergerak di sector kehutanan yang ada di Provinsi Papua yang diusulkan oleh Pemprov Papua beberapa waktu lalu.
Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH mengakui telah bertemu dengan Menteri Kehutanan RI beberapa waktu lalu di Jakarta.
“Saya sudah ketemu Menteri Kehutanan di Jakarta, saya sudah minta dan bagaimana prosesnya?. Beliau menjawab itu sudah pasti bahwa 13 ijin kehutanan itu dicabut semua. Jadi, langkah-langkah itu sudah kita lakukan,” kata Gubernur di Wamena, kemarin.
Gubernur kembali menegaskan jika perusahaan kehutanan yang tidak melakukan kegiatan usahanya, maka pihaknya akan mencabut semua, termasuk ijin-ijin yang keluar saat pemerintahan kareteker itu.
Bahkan, Gubernur mensinyalir penguasaan hutan di Papua itu, dilakukan oleh kelompok tertentu dan oleh pengusaha tertentu saja.
“Ini merusak lingkungan kita, padahal anak cucu kita mau ditaruh kemana jika hutan kita dijual dan diambil semua,” tandasnya.
Untuk itu, tegas Gubernur Lukas Enembe, setiap surat ijin hutan yang masuk, sudah ditahan dan ditaruh ditempat sampah. “Semua surat ijin yang masuk ke saya, sudah saya tahan dan semua saya taruh ditempat sampah. Tidak boleh lagi ditangan saya keluar satu ijinpun. Kecuali yang sudah produksi, karena di sana ada karyawannya, ada tenaga kerja hasilnya sudah jelas, kita perpanjangan atau buka areal baru itu bisa tetapi kalau baru tidak boleh,” ujarnya.
Gubernur memberikan apresiasi kepada Korindo Group yang beroperasi di Selatan Papua yang melakukan produksi di daerah dan harus diikuti karena mereka membangun dan memproduksinya di Papua, dalam bentuk flywood yang sudah jadi, kemudian dibawa keluar Papua.
Selain itu, Korindo Group juga menanam kembali hutan tanaman di Papua, termasuk mereka lakukan di Kalimantan, dimana mereka setiap hari produksi 7 juta ton keluar, sehingga semua pengusaha HPH angkat tangan dari Kalimantan.
Untuk itu, pihaknya mengharapkan agar semua pengusaha mencontoh Korindo. “Saya sudah ketemu bosnya Korindo Group di Jakarta mereka minta untuk HPH, kami minta prosesnya memang tidak gampang, namun yang sudah siap adalah Korindo yang lain baru ijin apa, kapan jadinya kita belum tahu,” imbuhnya.
No Comments to "Semua Perusahaan Tambang di Papua Harus Bangun Smalter"