MRP Nilai UU Otsus Masih Dangkal MRP dan MRPB Serahkan Draft RUU Otsus Plus ke Gubernur JAYAPURA-Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) resmi menyerahkan kembali draft RUU Otsus Plus atau RUU Pemerintahan Papua setelah selesai dibahas dan diplenokan kepada tim asistensi Papua Pemprov Papua. Penyerahan ini, dilakukan oleh Ketua MRP, Timotius Murib didampingi Ketua Sementara MRPB, David Misiro kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH didampingi Plt Sekda Papua, TEA Herry Dosinaen, SIP bersama tim asistensi Pemprov Papua di Jayapura, Sabtu (9/11). Usai penyerahan, Ketua MRP Timotius Murib mengatakan MRP mewakili masyarakat adat Domberay, Saireri, Ha Anim, La Pago dan Mee Pago menyerahkan hasil draft RUU Otsus Plus versi tim asistensi yang diserahkan oleh Gubernur Papua kepada MRP baru-baru ini. “Hampir 1 minggu lebih, kami sandingkan antara versi MRP dan draft yang disusun oleh versi tim asistensi Pemprov Papua. Kemudian, hasil itu diberikan pertimbangan,” kata Timotius Murib. Menurutnya, dari pembahasan draft RUU Otsus Plus itu, ada beberapa item-item yang dianggap sangat penting dalam rangka mengakomodir kepentingan orang asli Papua, itu hak-hak dasar orang asli Papua harus diakomodir. Oleh karena itu, MRP melakukan sandingan antara draft yang dibuat tim asistensi Pemprov Papua dengan versi MRP. Diakui, MRP melihat dari isi dari draft UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 memang sangat dangkal, kemudian regulasi-regulasi yang selama ini tidak berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, lanjut Timotius Murib, semangat masyarakat asli Papua melalui MRP meminta supaya UU Otsus Nomor 21 Tahun 2001 harus direkonstruksi atau dirubah total, dalam rangka itu untuk mengakomodir semangat ini, maka MRP menerima draft RUU Otsus Plus kemudian telaah melakukan kajian dari MRP, kemudian memberikan bobot dan MRP telah melakukan pleno. “Hasil itu, kami dari MRP dan MRPB menyerahkan kembali ke Gubernur Papua. Kami harap hasil draft RUU Otsus Plus ini pasti masih ada kekurangan,” katanya. Untuk itu, pihaknya memberikan masukan kepada Gubernur Papua untuk mengundang mengundang ahli-ahli hukum, pemerintahan, tata Negara, politik dan lainnya untuk melihat kembali hasil-hasilnya sebelum diserahkan ke Presiden RI melalui Mendagri. Timotius Murib juga mengakui Draft RUU Otsus Plus juga masih dangkal, yakni ada beberapa hak politik orang asli Papua, terutama menyangkut kriterianya. “Kriteria orang asli Papua dilihat oleh masyarakat adat dimana kami MRP yakni orang asli Papua itu ayah dan ibunya harus orang asli Papua, tetapi pasal yang ada di UU Nomor 21 Tahun 2001 menyebutkan orang asli Papua adalah suku Melanesia, ayah ibu adalah orang asli Papua dan atau. Kalimat dan atau ini, sudah keluar orang asli Papua,criteria orang asli Papua, sehingga kita tidak digunakan dalam draft Otsus Plus itu,” jelasnya. Selain itu, kata Timotius, semangat hak politik untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur orang asli Papua, tetapi semangat ini harus diterjemahkan ke daerah kota dan kabupaten dimana untuk menjadi bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota adalah orang asli Papua, dimana sesuai keputusan MRP Nomor 14 tahun 2008 tetapi itu tidak diindahkan, contohnya di Sorong Selatan atau di Timika yang dimenangkan orang non Papua. “Nah ini semangat yang diakomodir namun mengabaikan keputusan MRP Nomor 14 Tahun 2008 sehingga didalam revisi UU Otsus ini, MRP memberikan ketegasan untuk menjadi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, dan walikota, wakil walikota, camat hingga kepala kampung dan di SKPD-SKPD adalah harus orang asli Papua,” paparnya. Menurutnya, hal itu merupakan contoh-contoh hak politik orang asli Papua, tetapi juga di birokrasi menyangkut hal-hal yang penting harus diduduki orang asli Papua dan itu yang diinginkan oleh orang asli Papua, juga beberapa hal lain. Timotius menambahkan memang draft RUU Pemerintahan Papua ini telah dibuat oleh tim asistensi dari pihak eksekutif, sebagai pelaku-pelaku Otsus dan draft itu telah diserahkan ke MRP beberapa waktu lalu dan ini bersifat memberikan bobot untuk memberikan akomodir hak-hak dasar orang asli Papua. Sementara itu, Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH memberikan penghargaan dan apresiasi kepada MRP dan MRPB yang telah melaksanakan tugas dengan baik. “Saya yakin rakyat Papua menginginkan lebih dari Otonomi Plus. Saya yakin seperti itu,” kata Gubernur Lukas Enembe. Menurutnya, RUU Otonomi Plus atau RUU Pemerintahan Papua ini sebenarnya merupakan keinginan masyarakat Papua, apalagi dipahami bahwa dari waktu kewaktu sejak pelaksanaan Otsus tahun 2001 hingga sampai saat ini, karena banyak orang masyarakat Papua menyampaikan keinginan-keinginan yang lebih dari Otonomi khusus itu sendiri. Namun, lanjut Gubernur, MRP baru menyelesaikan satu draft RUU Otsus Plus yang memerlukan perjuangan yang panjang juga untuk dibawa ke Jakarta, terkait apa yang menjadi pemikiran bersama dan pemikiran masyarakat Papua bersama. Untuk itu, kata Gubernur, apa yang dilakukan MRP dan MRPB terhadap draft RUU Otsus Plus atau RUU Pemerintahan Papua ini, sudah dilihat dan disisir serta memberikan perbaikan-perbaikan, yang akan dilakukan dalam suatu tim kecil sebelum ke Jakarta. “Ini harus mendapatkan dukungan dari DPRP, sehingga tim kecil ini kita bentuk untuk 1 atau 2 hari ini untuk sama-sama kita koreksi, apakah perbandingan UU Nomor 21 Tahun 2001 dengan draft RUU ini seperti apa? Sedangkan, kita sudah menyerahkan draft RUU itu ke pemerintah Papua Barat dan kita berikan waktu 7 hari, dengan demikian bobot yang diberikan dari Papua Barat,” katanya. Gubernur mengatakan tim kecil ini akan merumuskan dengan baik, karena terus terang ada ahli tata Negara dan ahli hokum dalam tim asistensi ini untuk memberikan masukan terhadap draft RUU Otsus plus ini, sehingga harus dimatangkan. Oleh karena itu, ujar Gubernur, ini merupakan langkah maju yang dilakukan dan disepakati bersama dalam rangka perbaikan-perbaikan yang diinginkan atau harapan rakyat Papua. Untuk itu, kata Gubernur, ia dipercaya oleh pemerintah Indonesia sehingga ia pertama datang ke MRP dan ternyata disambut baik sebagai lembaga cultural, sehingga hubungan yang baik dan koordinasi antara pemerintah Papua dengan MRP harus dilakukan, karena dalam 8 tahun ini hubungan tidak berjalan dengan baik dan berjalan masing-masing. “Memang sebelumnya kita berjalan sendiri-sendiri atau mengalami perpecahan internal pemerintah, dalam pengertian pemerintah, DPRP, MRP dan bupati/walikota dalam beberapa tahun, terus terang bahkan kami dari pegunungan walkout dan tidak hadir dalam acara Musrenbang dan rapat kerja kami tidak hadir. Ini karena kita sendiri tidak pernah mau untuk bersatu,” ujarnya. Gubernur menambahkan saat ini pihaknya tengah melakukan konsolidasi yang sudah berjalan dalam 7 bulan ini, semua stakeholder sebagian akan dirangkul untuk duduk bersama-sama bicara masa depan Papua. Karo Humas dan Protokol Setda Papua, Drs FX Motte, MSi menambahkan dari RUU Otsus tentang Pemerintahan Papua ini, tentu ada peningkatan dalam memberikan penguatan untuk menjawab dimana dahulu mungkin berat dimana Otsus itu tidak berpihak kepada masyarakat asli Papua dan memberi peluang-pelaung untuk secara nasional ada Undang-Undang menjadi perhatian, tetapi dalam Undang-Undang yang baru ini lebih memberi bobot pada UU Otsus. “Jadi kekuatan dia tergantung pada UU yang ada diatasnya lagi, sehingga diharapkan kekuatannya berdiri sendiri dengan TAP MRP yang ada yang memberikan kemungkinan kepada Papua dan Aceh untuk melaksanakan Otsus, tentu Aceh telah berjalan dengan baik, bahkan Aceh ditingkatkan dengan perjanjian – perjanjian di tingkat Helsinky dan ada pihak penengah untuk menyelesaikan permasalahan politik, social dan budaya dan ekonomi di Aceh,” jelasnya. Menurutnya, harapan itu sebetulnya diharapkan selama ini oleh masyarakat di Papua, sehingga sehingga ada peningkatan keseimbangan dalam menerapkan suatu kebijaksanaan dalam kehidupan kebangsaan Indonesia. Untuk itu, kata FX Motte, jangan sampai ketika sama-sama menerima Otsus, Aceh lebih maju sedangkan Papua tidak, dalam perhatian khusus di regulasinya, sehingga diharapkan perhatian itu sama, sehingga orang asli Papua merasa bahwa ini ada ketidakseimbangan pembuatan regulasi yang sama-sama diberi otsus, tetapi yang lain diperlakukan lebih yang lain tidak. Dikatakan, ke depan dengan hadirnya UU Otsus yang baru yang menghadirkan tentang Pemerintahan Papua memberikan kemungkinan kekuatan kepada pemerintah Papua untuk melaksanakan hak-hak dasarnya, diantaranya hak politik orang asli Papua dalam menduduki jabatan di pemerintah maupun DPR harus orang asli Papua, yang ditawarkan dalam UU yang baru ini, sehingga orang Papua merasakan hidup bersama-sama Indonesia memberikan kepastian hukum dalam kebangsaan Indonesia. “Itu akan terjawab seperti apa kata Presiden SBY bahwa membangun Papua harus dengan hati. Kalau memamg dengan hati, maka penawaran-penawaran yang ada ini, supaya perhatian sama dengan Aceh, kita di Papua juga diharapkan diperhatikan yang sama. Maka itu dengan hati, dengan memberikan bobot agar UU Otsus mempunyai kemampuan untuk mengelola peotensi yang ada agar kita menjadi tuan rumah sendiri, dalam kebangsaan Indonesia,” katanya. Karo Humas dan Protokol FX Motte mengatakan bahwa hal itu juga dikemukakan Gubernur Papua Lukas Enembe bahwa UU Otsus yang baru ini, itu menguatkan dan menggeser apa yang ada dan tidak ada keberpihakan orang asli Papua selama ini, karena UU Otsus yang selama ini tidak banyak menjawab. “Gubernur menyatakan apa yang diharapkan masyarakat mengerti dan semua komponen mendukungnya, mari kita lihat dia bekerja dulu UU ini, apakah dia memberikan bobot atau memberikan keberpihakan kepada kita atau tidak, tetapi beliau mengharapkan perlu masukan-masukan untuk memperkuat ini karena masih dalam proses,” ujarnya. Soal penilaian MRP masih dangkal? FX Motte mengatakan bahwa dalam penyusunan draft RUU Otsus Plus atau Pemerintahan Papua ini, memang masih kekurangan pakar-pakar di bidang ketatanegaraan, pakar hokum, pakar social budaya, mungkin ada tetapi terutama tata Negara dalam menyusun bahasa hukum. “Kita khususnya perlu pakar tata Negara sehingga kita punya UU ini mempunyai bobot dalam Negara. Dan mendapatkan perhatian khusus seperti daerah khusus lain di Indonesia seperti Aceh,” katanya. Sementara itu, FX Motte mengatakan dalam pertemuan penyerahan draft RUU Otsus Plus itu, dari MRPB juga menyampaikan hal itu bahwa mereka itu mendukung sepanjang UU ini menjawab kemungkinan bagi orang asli Papua ditanah ini. “Masukan mereka itu, sebetulnya sudah memberikan penguatan terhadap draft RUU Otsus Plus yang dibuat tim asistensi, sehingga mereka memintadraft itu dan draft mereka menjadi satu kesatuan yang tadi diserahkan kepada Gubernur Papua,” ujarnya. Namun, imbuh FX Motte, hal itu diakui ketua MRP masih ada kekurangan sehingga MRP memohon dukungan dari pihak lain untuk memberikan bobot masukan.